GREEN CITY
Latar Belakang
Saat
ini dunia sedang dihadapkan pada permasalahan degradasi kondisi lingkungan.
Pencemaran air, udara dan tanah tidak terelakkan lagi seiring perkembangan
pembangunan di seluruh dunia terutama di perkotaan. Urbanisasi hal yang terjadi
di sebagian besar kota-kota di dunia. Penyebabnya antara lain tidak seimbangnya
pembangunan antara desa dan kota. Daya dukung kota-kota semakin lemah dalam
memfasilitasi kebutuhan warga kota. Polusi udara dan pencemaran air serta
tanah, pemenuhan kebutuhan warga untuk bisa hidup sehat, nyaman dan sejahtera,
menjadi persoalan yang perlu dicari solusinya oleh semua pihak.
Seiring
jalannya pembangunan, dalam upaya memberikan kenyaman dan lingkungan sehat bagi
warga kota, Konsep Green City dapat menjadi solusi bagi pelaku pembangunan Kota
Hijau (Green city), suatu jargon yang sedang dicanangkan di seluruh dunia agar
masing-masing kota memberi kontribusi terhadap penurunan emisi karbon untuk
penurunan pemanasan global.
Begitu
pula dengan Indonesia, yang saat ini telah mencanangkan program kota hijau yang
berbasiskan masyarakat (empowerment), melalui programnya yaitu P2KH (Program
Pengembangan Kota Hijau) yang dalam implementasinya dimuat dalam RTRW (Rencana
Tata Ruang Wilayah) Kabupaten dan Kota. P2KH ini bertujuan untuk meningkatkan
kualitas sekaligus responsif terhadap perubahan iklim yang saat ini sedang
menjadi isu dunia tersebut.
Konsep Kota Hijau
Kota hijau atau dengan kata lain yaitu Kota
yang ramah lingkungan, dalam hal pengefektifan dan mengefisiensikan sumberdaya
air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem transportasi terpadu,
menjamin adanya kesehatan lingkungan, dan mampu mensinergikan lingkungan alami
dan buatan, yang berdasarkan perencanaan dan perancangan kota yang berpihak
pada prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan (lingkungan, sosial, dan
ekonomi).
Kota
Hijau memiliki 8 atribut dalam hal prosesnya yaitu: Green Planning and Desain,
Green Community (Peran serta aktif masyarakat), Green Building, Green Energy,
Green Water, Green Transportation, Green Waste, Green Openspace.
Green
City pada dasarnya adalah green way of thinking dimana perlu ada perubahan pola
pikir manusia terhadap keberlanjutan lingkungan. Perubahan pola pikir akan
mengarah pada perubahan kebiasaan masyarakat dan pada akhirnya akan
menghasilkan perubahan budaya menjadi lebih ramah lingkungan.
Green City Sebagai Solusi Manajemen
Pengembangan Kota di Indonesia
Pertumbuhan
kota yang cepat terjadi di negara-negara berkembang, salah satunya di
Indonesia. Kota-kota besar di Indonesia seperti di Jakarta, Surabaya, Bandung,
Makassar mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut salah
satunya dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk yang pesat pula, dan urbanisasi
menjadi salah satu sebabnya. Peningkatan jumlah penduduk akan mengakibatkan
kebutuhan lahan meningkat.
Pertumbuhan kota yang demikian tentu akan
mengakibatkan degradasi lingkungan. Persebaran lahan terbangun yang sangat luas
mengakibatkan inefisiensi jaringan transportasi yang berdampak pada
meningkatnya polusi udara perkotaan, selain itu juga menimbulkan costly dan
pemborosan. Lihat saja Jakarta yang merupakan ibukota Indonesia, kota tersebut
sudah mengalami perkembangan yang terlalu besat sehingga mengalami “overload”,
menjadikan kota tersebut sebagai kota yang tidak layak untuk ditinggali. Bahkan
sempat muncul isu tentang pemindahan ibukota akibat ketidaklayakannya. Belum
lagi kota-kota besar lain yang mulai berkembang seperti Surabaya, Bandung, dll.
Berdasarkan keadaan itu, dalam melakukan
perencanaan kota dibutuhkan pendekatan konsep perencanaan yang berkelanjutan.
Ada beberapa konsep pengembangan kota yang berkelanjutan, salah satunya adalah
konsep Green Cityyang selaras dengan alam.
Green City dikenal sebagai
kota ekologis. Kota yang secara ekologis juga dapat dikatakan kota yang sehat.
Artinya adanya keseimbangan antara pembangunan dan perkembangan kota dengan
kelestarian lingkungan. Kota sehat juga merupakan suatu kondisi dari suatu kota
yang aman, nyaman, bersih, dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan
mengoptimalkan potensi sosial ekonomi masyarakat melalui pemberdayaan forum
masyarakat, difasilitasi oleh sektor terkait dan sinkron dengan perencanaan
kota. Untuk dapat mewujudkannya, diperlukan usaha dari setiap individu anggota
masyarakat dan semua pihak terkait (stakeholders).
Konsep
ini sesuai dengan pendekatan-pendekatan yang disampaikan Hill, Ebenezer Howard,
Pattrick Geddes, Alexander, Lewis Mumford, dan Ian McHarg. Implikasi dari pendekatan-pendekatan
yang disampaikan diatas adalah menghindari pembangunan kawasan yang tidak
terbangun. Hal ini menekankan pada kebutuhan terhadap rencana
pengembangan kota dan kota-kota baru yang memperhatikan kondisi ekologis lokal
dan meminimalkan dampak merugikan dari pengembangan kota, selanjutnya juga
memastikan pengembangan kota yang dengan sendirinya menciptakan aset alami
lokal. Terdapat 8 kriteria konsep Green City, antara lain :
1.
Pembangunan kota harus sesuai peraturan UU
yang berlaku, seperti UU 24/2007: Penanggulangan Bencana (Kota hijau harus
menjadi kota waspada bencana), UU 26/2007: Penataan Ruang, UU 32/2009:
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dll.
2.
Konsep Zero Waste (Pengolahan sampah terpadu,
tidak ada yang terbuang).
3.
Konsep Zero Run-off (Semua air harus bisa
diresapkan kembali ke dalam tanah, konsep ekodrainase).
4.
Infrastruktur Hijau (tersedia jalur pejalan
kaki dan jalur sepeda).
5.
Transportasi Hijau (penggunaan transportasi
massal, ramah lingkungan berbahan bakar terbarukan, mendorong penggunaan
transportasi bukan kendaraan bermotor – berjalan kaki, bersepeda,
delman/dokar/andong, becak.
6.
Ruang Terbuka Hijau seluas 30% dari luas kota
(RTH Publik 20%, RTH Privat 10%)
7.
Bangunan Hijau
8.
Partisispasi Masyarakat (Komunitas Hijau)
Mengapa Konsep Green City Perlu
Dipertimbangkan di Indonesia?
Kota-kota besar di Indonesia perlu secara cermat mengatasi persoalan ledakan
penduduk perkotaan akibat urbanisasi yang brutal, tidak tertahankan, apabila
kita berharap bahwa kota-kota tersebut dapat menjadi layak huni di masa
mendatang. Salah satunya adalah dengan pengendalian jumlah penduduk dan
redistribusinya, serta peningkatan kualitas pelayanan publik.
Dengan konsep Green City krisis
perkotaan dapat kita hindari, sebagaimana yang terjadi di kota-kota besar dan
metropolitan yang telah mengalami obesitas perkotaan, apabila kita mampu
menangani perkembangan kota-kota kecil dan menengah secara baik, antara lain
dengan penyediaan ruang terbuka hijau, pengembangan jalur sepeda dan
pedestrian, pengembangan kota kompak, dan pengendalian penjalaran kawasan
pinggiran.
Terdapat beberapa pendekatan Green
City yang dapat diterapkan dalam manajemen pengembangan kota. Pertama
adalah Smart Green City Planning. Pendekatan ini terdiri atas 5
konsep utama yaitu konsep kawasan berkeseimbangan ekologis yang bisa dilakukan
dengan upaya penyeimbangan air, CO2, dan energi. Pendekatan kedua adalah konsep
desa ekologis yang terdiri atas penentuan letak kawasan, arsitektur, dan
transportasi dengan contoh penerapan antara lain: kesesuaian dengan topografi,
koridor angin, sirkulasi air untuk mengontrol klimat mikro, efisiensi bahan
bakar, serta transportasi umum. Ketiga, konsep kawasan perumahan berkoridor
angin (wind corridor housing complex), dengan strategi pengurangan
dampak pemanasan. Caranya, dengan pembangunan ruang terbuka hijau, pengontrolan
sirkulasi udara, serta menciptakan kota hijau. Keempat, konsep kawasan
pensirkulasian air (water circulating complex). Strategi yang dilakukan
adalah daur ulang air hujan untuk menjadi air baku. Kelima, konsep taman tadah
hujan (rain garden).
Pendekatan kedua
adalah Konsep CPULS (Continous Productive Urban LandscapeS. Konsep
penghijauan kota ini merupakan pengembangan landscape yang menerus dalam
hubungan urban dan rural serta merupakan landscape productive.
Pendekatan terakhir adalah Integrated
Tropical City. Konsep ini cocok untuk kota yang memiliki iklim tropis
seperti Indonesia. Konsep intinya adalah memiliki perhatian khusus pada aspek
iklim, seperti perlindungan terhadap cuaca, penghutanan kota dengan
memperbanyak vegetasi untuk mengurangiUrban Heat Island. Bukan hal yang
tidak mungkin apabila Indonesia menerapkannya seperti kota-kota berkonsep
khusus lainnya (Abu Dhabi denganUrban Utopia nya atau Tianjin
dengan Eco-city nya), mengingat Indonesia yang beriklim
tropis. Berikut Gambar Kerangkat Terbentuknya Konsep Integrated
Tropical City:
Sumber: Analisa dalam Presentasi
Integrated Tropical City pada UFP #3, 8 Mei 2010 (Jogarsitek.com)
Kelebihan dari konsep Green City adalah
dapat memenuhi kebutuhan keberadaan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di suatu kawasan,
sehingga dapat mengurangi bahkan memecahkan masalah lingkungan, bencana alam,
polusi udara rendah, bebas banjir, rendah kebisingan dan permasalahan lingkugan
lainnya.
Namun
disamping kelebihannya, konsep ini memiliki kelemahan juga. Penerapannya pada
masing-masing kawasan tidak dapat disamaratakan karena tiap-tiap daerah
memerlukan kajian tersendiri. Setidaknya harus diketahui tentang karakteristik
lokal, iklim makro, dan sebagainya. Misalnya, daerah pegunungan RTH difungsikan
untuk menahan longsor dan erosi, di pantai untuk menghindari gelombang pasang,
tsunami, di kota besar untuk menekan polusi udara, serta di perumahan,
difungsikan meredam kebisingan. Jadi RTH di masing-masing kota memiliki fungsi
ekologis yang berbeda. Disamping itu, penerapannya saat ini kebanyakan
pelaksanaan penghijauannya tidak terkonseptual, sehingga menimbulkan citra
penghijauan asal jadi tanpa melihat siapa yang dapat mengambil manfaat positif
dari penghijauan.Sumber :
Sudharto P. Hadi, Manusia dan Lingkungan , Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang, 2000.
https://erdiindies.wordpress.com/2014/11/24/green-city/