GREEN PLANNING
Pendekatan ini terdiri atas 5
konsep utama pada ide Green Planning
1. Konsep kawasan berkeseimbangan
ekologis yang bisa dilakukan dengan upaya penyeimbangan air, CO2, dan energi.
2. Konsep desa ekologis yang terdiri atas
penentuan letak kawasan, arsitektur, dan transportasi dengan contoh penerapan
antara lain: kesesuaian dengan topografi, koridor angin, sirkulasi air untuk
mengontrol klimat mikro, efisiensi bahan bakar, serta transportasi umum.
3. Konsep kawasan perumahan berkoridor
angin (wind corridor housing complex), dengan strategi pengurangan dampak
pemanasan. Caranya, dengan pembangunan ruang terbuka hijau, pengontrolan
sirkulasi udara, serta menciptakan kota hijau.
4. Konsep kawasan pensirkulasian air (water
circulating complex). Strategi yang dilakukan adalah daur ulang air hujan untuk
menjadi air baku.
5. Konsep taman tadah hujan (rain garden).
Pendekatan Integrated Tropical
City di Indonesia
Konsep
ini cocok untuk kota yang memiliki iklim tropis seperti Indonesia. Konsep
intinya adalah memiliki perhatian khusus pada aspek iklim, seperti perlindungan
terhadap cuaca, penghutanan kota dengan memperbanyak vegetasi untuk mengurangi
Urban Heat Island. Bukan hal yang tidak mungkin apabila Indonesia menerapkannya
seperti kota-kota berkonsep khusus lainnya (Abu Dhabi dengan Urban Utopia nya
atau Tianjin dengan Eco-city nya), mengingat Indonesia yang beriklim tropis.
Kelebihan
dari konsep Kota Hijau adalah dapat memenuhi kebutuhan keberadaan Ruang Terbuka
Hijau (RTH) di suatu kawasan, sehingga dapat mengurangi bahkan memecahkan
masalah lingkungan, bencana alam, polusi udara rendah, bebas banjir, rendah
kebisingan dan permasalahan lingkugan lainnya.
Namun
disamping kelebihannya, konsep ini memiliki kelemahan juga. Penerapannya pada
masing-masing kawasan tidak dapat disamaratakan karena tiap-tiap daerah
memerlukan kajian tersendiri. Setidaknya harus diketahui tentang karakteristik
lokal, iklim makro, dan sebagainya. Misalnya, daerah pegunungan RTH difungsikan
untuk menahan longsor dan erosi, di pantai untuk menghindari gelombang pasang,
tsunami, di kota besar untuk menekan polusi udara, serta di perumahan,
difungsikan meredam kebisingan. Jadi RTH di masing-masing kota memiliki fungsi
ekologis yang berbeda. Disamping itu, penerapannya saat ini kebanyakan
pelaksanaan penghijauannya tidak terkonseptual, sehingga menimbulkan citra
penghijauan asal jadi tanpa melihat siapa yang dapat mengambil manfaat positif
dari penghijauan.
Direktorat
Jenderal Penataan Ruang, Kementerian Pekerjaan Umum menginisiasi Program
Pengembangan Kota Hijau (P2KH). Tujuannya adalah:
1. Meningkatkan pemahaman kepada
warga tentang pentingnya ruang terbuka hijau bagi keseimbangan fungsi kota yang
berkelanjutan
2. Menggali dan menampung aspirasi dari
warga tentang ruang terbuka hijau lewat metode rembuk/diskusi terbuka dan
pembuatan kota hijau
Aspek Perilaku-Lingkungan dalam Bidang Arsitektur
Aspek Perilaku-Lingkungan sangat penting dalam bidang arsitektur karena dalam merancang, seorang arsitek harus memperhatikan segala aspek perilaku manusia dan juga lingkungannya agar apa yang dirancangnya sesuai atau berfungsi seperti yang diharapkan.
Contohnya, untuk mendesain sebuah pusat belanja untuk kalangan menengah kebawah tentu berbeda dengan perumahan untuk kalangan menengah ke atas. Perilaku masyarakat menengah kebawah yang memiliki gaya hidup beraktivitas secara komunal diruang terbuka sehingga diperlukan sebuah wadah yang dapat dijadikan sebagai tempat interaksi antar masyarakat seperti pasar tradisional. Sedangkan masyarakat menengah keatas yang memiliki gaya hidup beraktivitas secara individual sehingga mereka lebih membutuhkan wadah yang dapat mendukung aktivitas mereka secara cepat seperti pasar modern atau swalayan.
Oleh karena itu, aspek perilaku dan lingkungan merupakan faktor yang sangat penting dalam perancangan arsitektur karena menyangkut dengan kebutuhan paling dasar atau kebutuhan psikologis manusia.
Pendekatan psikologi lingkungan arsitektur digunakan untuk menjelaskan mengapa suatu bangunan dimanfaatkan tidak sesuai dengan rancangan peruntukannya/fungsinya, atau bangunan yang dimanfaatkan penggunanya setelah dilakukan perubahan tatanan setting fisiknya.
Psikologi lingkungan adalah lahan baru dalam rangkaian pengetahuan yang lahir karena kebutuhan sosial. Hal itu sekarang merupakan bagian dari struktural teorikal yang setara dalam kaidah teorikal yang lain.
Banyak contoh karya arsitektur yang gagal dalam menampung aspirasi dan apresiasi penggunanya. Contohnya seperti lampu taman yang bentuknya seperti tempat sampah atau tempat sampah yang mirip hiasan taman atau cerobong asap. Sehingga masyarakat salah dalam mempersepsikan fungsinya. Tidak hanya desain kecil yang gagal tetapi ada juga karya besar yang mengalami hal yang sama akibat tidak menggunakan pendekatan psikologi lingkungan arsitektur dalam proses perancangannya.
Seperti karya sang maestro Le Corbusier yang tidak tepat guna di Chandigarh. Kota yang dirancang dengan gaya barat modern, yang memperhatikan kebutuhan manusia akan cahaya, ruang, dan udara ini tentu saja merupakan suatu rancangan yang sangat luar biasa. Namun, apa yang salah dari rancangan ini? Tentu saja kesalahan terbesar yang dilakukan sang maestro adalah tidak memasukkan karakteristik lokal dalam karyanya tersebut seperti kebiasaan berinteraksi masyarakat India di pasar diganti dengan gedung-gedung swalayan yang serba instan. Akibatnya, kota ini menjadi tidak bermakna dan hanya sebagai penanda.
Sumber :
Otto Soemarwoto, Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan, Penerbit
Djambatan, Jakarta, 1989.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar